“Musik
tradisional yang kalah saing dengan music elektronik, tarian tradisional yang
mulai digantikan oleh modern dance,
dan permainan-permainan tradisional yang sudah tidak dikenali lagi oleh
generasi muda, hal-hal tersebut adalah alasan mengapa acara ini diadakan”. Itulah
sepenggal kalimat yang diucapkan oleh ketua BEM FIB Undip pada pembukaan Mahakarya
2015.
Mahakarya
adalah sebuah acara tahunan yang diselenggarakan oleh BEM FIB yang menampilkan
karya seni tradisional Indonesia. Tahun ini, Mahakarya 2015 mengangkat tema Revive the Antique, yang mana memiliki
maksud agar kita, sebagai generasi muda Indonesia, bisa membangkitkan kembali
hal-hal ‘antik’ atau kesenian-kesenian tradisional Indonesia yang sudah mulai
dilupakan. Namun begitu, bukan berarti acara ini layaknya pagelaran-pagelaran
seni tradisional yang sering ditampilkan dimana-mana. Tahun ini, Mahakarya
hadir dengan konsep kontemporer budaya, dimana kesenian tradisional
dikolaborasikan dengan kesenian modern tanpa menghilangkan esensi yang
terkandung didalamnya, sehingga dihasilkanlah sebuah pertunjukan yang sangat
memukau dan terkesan lebih ‘kekinian’.
Mahakarya
2015 diadakan di kampus FIB Pleburan. Acara ini dimulai dengan kata sambutan
yang diberikan oleh ketua BEM FIB Undip yang dilanjutkan oleh Dekan FIB Undip.
Setelah itu, pertunjukan pun dimulai dengan sebuah tarian India. Begitu usai,
beberapa orang laki-laki dan perempuan masuk membawakan tari saman yang
dilanjutkan dengan sebuah tarian kreasi. Setelah pertunjukan tarian selesai,
acara dilanjukan dengan penampilan beberapa band indie. Tidak hanya band indie,
band dari FIB sendiri juga membawakan sebuah lagu tradisional dengan gaya jazz
yang membuat semua penonton berdecak kagum.
Mahakarya, sebuah
acara dengan tujuan mulia, agar budaya Indonesia lebih jumawa di negeri
sendiri, tanpa menutupi diri dari budaya luar negeri yang mudah merasuki jiwa
muda-mudi dan memalingkan mereka dari budaya sendiri. Semoga, dengan
diadakannya acara ini, para generasi muda akan lebih menghargai budaya dan
kesenian lokal, tetapi juga tidak apatis terhadap budaya asing dan kesenian
modern yang ada, karena yang sudah ada belum tentu baik dan yang baru itu belum
tentu buruk.